Senin, 03 Mei 2010

Katarak Anis Merah Ternyata Bisa Disembuhkan…

Oleh: Zulkifli Lubis

Perdebatan mengenai katarak burung, tidak hanya pada jenis burung anis cacing/anis merah/anis bata namun semua jenis burung kicau, hingga saat ini masih kerap terdengar. Malahan masih banyak dari para pemula atau penghobi burung sekalipun yang “ngeri” jika burungnya terkena katarak mata.
Pasalnya, hingga penulis membuat tulisan ini, katarak yang hinggap di mata burung kesayangan, di berbagai tulisan di internet masih belum ada metode penyembuhannya. Malahan ada tulisan yang menjelaskan mengenai hasil penelitian dari studi di Amerika bahwa katarak burung tidak dapat disembuhkan.
Di sini penulis tidak akan panjang lebar memaparkan penyebab katarak karena diberbagai tulisan para penghobi burung sudah dimuat berulang-ulang. Namun belum ada dikemukakan metode penyembuhannya. Yang ada hanya pencegahan terhadap serangan katarak burung serta penyebabnya.
Dari berbagai penelusuran tulisan yang ada di internet maupun di kalangan para penghobi burung, mereka “angkat tangan” menyembuhkannya. Hingga “mitos” berkembang bahwa penyakit katarak mata burung ini menular. Alhasil, harga burung yang nilainya jutaan hingga puluhan juta rupiah anjlok. Ini bukan uang yang sedikit yang dikeluarkan dari dompet.
Sang juara pun, ketika matanya terkena katarak, harga jualnya fantastis dapat menjadi harga bakalan. Dijual murah, dipelihara memilukan. Dan tidak sedikit burung kicau terutama anis, banyak yang “di-lem-biru” atau dilempar (dijual) beli yang baru, atau dijadikan master untuk memaster suara burung bakalan.
Berdasarkan pengalaman pahit dan menyedihkan, penulis berusaha menyembuhkan katarak mata burung yang menurut para ahli tidak bisa disembuhkan. Menurut mereka, biaya pengobatan harus melalui operasi retina mata.
Operasi ini memakan biaya yang luar biasa (sangat mahal) dari katarak yang terjadi pada mata manusia. Dan efek dari operasi katarak mata burung ini belum dapat menjamin kesembuhan, fatalnya dapat menyebabkan burung MATI.
Tanpa mengecilkan penelitian, dan ilmu para ilmuwan yang juga berupaya melakukan penyembuhan tetapi hasilnya belum diperoleh, berfondasi pada sebuah kalimat yang menyejukkan bahwa “tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya”, penulis berupaya dalam beberapa bulan terakhir ini menuntaskan penyakit yang menjadi momok mengerikan di kalangan para penghobi burung.
Hanya dengan berbekal kenyakinan dan harapan menyembuhkan, segala upaya dicoba. Akhirnya penulis bertumpu pada salah satu obat. Nama obat tersebut belum memungkinkan untuk disebutkan (masih rahasia perusahaan).
Harga obat tersebut masih dapat dijangkau dengan menabung, atau menyetop kebiasaan merokok dalam limabelas hari. Obat ini tanpa bahan kimia dan menurut penulis aman digunakan tanpa mempengaruhi metabolisme tubuh burung. Malahan dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh burung yang disalurkan melalui kotorannya.
Ketika dicoba, ternyata hasilnya sangat memuaskan. Percobaan pertama dilakukan pada punglor (anis) kembang. Satu matanya “nitik” parah. Bola matanya yang hitam nampak putih, seputih kertas HVS baru.
Bulatannya hampir menutupi sebagian mata kanan. Sedangkan mata sebelah kirinya berkabut, namun kabut itu hampir membentuk lingkaran putih di tengah matanya. Dan ini diakui oleh rekan-rekan penulis yang mengetahui punglor kembang milik penulis matanya terkena katarak.
Tepatnya setelah dua bulan berlalu sejak mulai pengobatan, mata kanan anis kembang yang terkena katarak tersebut berangsur mengecil hingga berkabut tipis, dan bulatan hitam di tengah mata nampak. Sedangkan mata sebelah kirinya, kabut tipis tersebut hampir tidak nampak.
Sebelumnya, ketika masih belum dilakukan pengobatan, jengkrik yang disodorkan menggunakan tangan, tidak dapat dipatuk secara sempurna. Terkadang ke kiri atau ke kanan. Tetapi setelah hampir normal kembali, punglor kembang tersebut dapat dengan lurus meraih jengkrik.
Takjub! Itu yang terlintas di hati dan pikiran penulis.
Bukan takjub dengan upaya yang dilakukan serta temuan penulis, namun terhadap obat yang diberikan. Terhadap punglor kembang tersebut. Saking semangatnya, beberapa ekor punglor cacing dibeli, padahal percobaan pertama masih belum tuntas.
Dan obat yang seharusnya rutin diberikan kepada punglor kembang menjadi terbagi dengan punglor lainnya yang juga matanya terkena katarak. Memang ada perubahan di bola mata burung lainnya, tetapi upaya penulis terhenti karena harga obat tersebut cukup menguras dompet.
Bagi kalangan yang memiliki kelebihan duit mungkin tidak bermasalah, tetapi bagi penulis sedikit menyesakkan dada, karena harus berbagi dengan cost rumah tangga. Ini yang menjadi persoalan terbesar. Maksud hati ingin menyembuhkan total, tetapi terhenti oleh kebutuhan lainnya.
Dan sangat disayangkan, punglor pertama yang hampir beberapa persen lagi sembuh, diculik maling, tepatnya pertengahan bulan Maret lalu. Bukan cost yang sudah dikeluarkan, akan tetapi nasib burung tersebut. Belum tentu oleh orang lain diupayakan penyembuhannya. Rasa down menghinggapi. Ini yang membuat punglor lainnya dijual oleh penulis.
Namun semangat itu kembali setelah penulis mendapatkan punglor merah gacor, teler tetapi matanya terkena katarak. Belum parah, ada kabut tipis putih di ujung tengah mata kanan dan kiri.
Punulis pun melangkah dari awal lagi. Dari tulisan yang dibuat tanggal 3 Mei 2010, upaya penyembuhan diawali pada pertengahan April lalu. Sedikit demi sedikit memang ada perkembangan yang menggembirakan.
Namun tidak seperti sebelumnya, dosis yang diberikan ditakar sehati-hati mungkin. Sedikit-demi sedikit tetapi melangkah dengan pasti. Efek terhadap suara, kondisi tubuh maupun kondisi psikologis burung sangat diperhatikan.
Berdasarkan pengamatan yang tajam dan perhatian yang seksama, hingga tulisan ini dibuat, tidak ada reaksi yang mengkhawatirkan. Suara ocehan punglor cacing “pasien” lebih kencang terdengar, telernya lebih kerap.
Perjuangan untuk menyembuhkan makhluk kecil, mungil dan lucu ciptaan Allah tersebut masih dilakukan. Upaya dari manusia tentunya sangat dibutuhkan. Ketika memiliki niat untuk memelihara binatang, konsekuensinya adalah merawatnya sebaik mungkin dengan memberikan nutrisi yang baik yang dibutuhkan oleh metabolisme burung. Jangan ingin memelihara tetapi selalu berhitung dengan pengeluaran.
Lebih baik lepaskan saja ke hutan karena alam memberikan kebutuhan yang terbaik untuk habitatnya. Sangat berdosa membiarkan binatang yang sakit terlantar, menahan penderitaan tanpa diupayakan menyembuhkannya.

Upaya penyembuhan
Bukan meng-hak patenkan obat yang penulis gunakan, tetapi ada nilai jual yang diperkirakan dapat menambah segi finansial penulis. Seperti yang dikatakan di atas, ‘jangan ingin memelihara tetapi selalu berhitung dengan pengeluaran.’
Penulis memberi nama obat tersebut “Orange LongBird”, berbentuk kapsul minyak ikan, ukurannya agak besar. Obat tersebut dihasilkan dari salah satu ikan yang hidup di kedalaman ribuan meter dari permukaan laut.
Dan obat lainnya berbentuk cair berwarna hijau lumut, sebut saja “Green Longbird”. Obat ini bukan saja berdasarkan pengamatan dan percobaan penulis dapat menyembuhkan penyakit yang diderita burung juga dapat menetralisir racun yang ada di tubuh burung yang dibuang melalui kotoran.
Kuat keyakinan penulis dalam menggunakan obat ini untuk dikonsumsi burung kicau, karena dalam waktu berbulan-bulan, bukan hanya jenis punglor saja yang diberikan akan tetapi beberapa jenis burung lainnya.
Dan hingga kini masih diberikan. Bukan burung yang terkena katarak saja tetapi burung yang sehat juga diberikan oleh penulis. Dan sepanjang pemberian Green Longbird berdasarkan hasil pengamatan penulis, semua burung yang dimiliki penulis yang mengonsumsi obat cair ini, lebih sehat dan bergairah. Nafsu makannya pun luar biasa.
Dari bulu burung yang terlihat oleh penulis, nampak mengkilap dan bagus. Malahan penulis bukan saja memberikannya untuk minum burung, tetapi disemprotkan ke badannya untuk merangsang pertumbuhan bulu dan menyehatkan bulu burung tersebut.
Ada pengalaman yang berharga yang penulis dapat, yakni ketika menghadapi burung kacer yang ketika itu dalam masa mabung (ngurak), ternyata dengan konsumsi Green Longbird, ambrolnya sekaligus, dan pertumbuhan bulunya pun lebih cepat dari yang sewajarnya. Ketika bulu ekornya baru tumbuh lebih kurang satu ruas jari tangan, langsung ngoceh.
Pengalaman lainnya, terjadi ketika memiliki cuca daun anak. Saat burung tersebut dibeli, ekornya belum tumbuh dan bulu sayap sebelah kiri lebih pendek dari yang sebelah kanan. Rekan-rekan penulis sering bercanda dengan mengatakan, “Itu mah bukan cucak daun tetapi burung puyuh daun.” Hingga burung tersebut diberi nama, “Si Bola”, udah buntet tanpa ekor.
Namun lebih kurang jarak 10 harian, tidak tepat lagi burung itu dinamai Si Bola. Pasalnya baik itu bulu sayap, bulu ekor maupun bulu lainnya, tumbuh begitu sempurna dan mengkilat seperti burung yang hidup di hutan.
Usut punya usut, karena tidak mau masuk ke keramba, Si Bola sering mandi di tempat minum yang sudah dicampur dengan Green Longbird. Dan terhadap extra fooding, berupa jengkrik luar biasa.
Dalam sehari, Si Bola menghabiskan lebih kurang 40 ekor. Ini pengalaman yang luar biasa bagi penulis. Namun sayang, upaya yang dilakukan oleh penulis tidak diabadikan dalam bentuk foto, karena kamera yang dipunyai penulis jauh-jauh hari sebelumnya sudah dijual.
Kembali ke penyembuhan, dalam upaya pengobatan katarak burung, kapsul Orange LongBird berupa cairan minyak ini, satu kapsul diberikan 2 atau 3 kali sehari. Sedikit kroto dicampur dengan cairan tersebut.
Minumnya air Green LongBird. Satu setengah atau dua sloki dicampur dengan 1 liter air mineral ukuran 1 liter. Setiap dua hari sekali diganti. Untuk burung pasien, campurannya agak hijau.
Hingga sekarang, meskipun harga Green LongBird ini agak mahal, penulis masih memberikannya kepada burung-burung kesayangan, baik itu yang sakit juga yang sehat. Malahan penulis dan keluarga pun mengonsumsi obat ini.
Demikian sekilas pengalaman penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Apa yang dituangkan adalah hasil dari percobaan, pengamatan dan perhatian penulis sebagai bentuk tanggung jawab dalam memelihara dan merawat burung kicau.
Bagi penulis, ketika burung-burung ini ada di dalam rumah dan dipelihara, mereka merupakan bagian dari keluarga penulis, tidak jauh berbeda dengan merawat anak-anak penulis yang lucu dan cantik-cantik. Ketika ada orang lain yang ingin memeliharanya dengan cara membeli, selalu penulis ingatkan,”Mohon dipelihara dan dirawat seperti kami merawatnya.” (***) zulkiflilubis@ymail.com

Anis Cacing, Katarak Anis Cacing Ternyata Bisa Disembuhkan…

Oleh: Zulkifli Lubis

Perdebatan mengenai katarak burung, tidak hanya pada jenis burung anis cacing/anis merah/anis bata namun semua jenis burung kicau, hingga saat ini masih kerap terdengar. Malahan masih banyak dari para pemula atau penghobi burung sekalipun yang “ngeri” jika burungnya terkena katarak mata.
Pasalnya, hingga penulis membuat tulisan ini, katarak yang hinggap di mata burung kesayangan, di berbagai tulisan di internet masih belum ada metode penyembuhannya. Malahan ada tulisan yang menjelaskan mengenai hasil penelitian dari studi di Amerika bahwa katarak burung tidak dapat disembuhkan.
Di sini penulis tidak akan panjang lebar memaparkan penyebab katarak karena diberbagai tulisan para penghobi burung sudah dimuat berulang-ulang. Namun belum ada dikemukakan metode penyembuhannya. Yang ada hanya pencegahan terhadap serangan katarak burung serta penyebabnya.
Dari berbagai penelusuran tulisan yang ada di internet maupun di kalangan para penghobi burung, mereka “angkat tangan” menyembuhkannya. Hingga “mitos” berkembang bahwa penyakit katarak mata burung ini menular. Alhasil, harga burung yang nilainya jutaan hingga puluhan juta rupiah anjlok. Ini bukan uang yang sedikit yang dikeluarkan dari dompet.
Sang juara pun, ketika matanya terkena katarak, harga jualnya fantastis dapat menjadi harga bakalan. Dijual murah, dipelihara memilukan. Dan tidak sedikit burung kicau terutama anis, banyak yang “di-lem-biru” atau dilempar (dijual) beli yang baru, atau dijadikan master untuk memaster suara burung bakalan.
Berdasarkan pengalaman pahit dan menyedihkan, penulis berusaha menyembuhkan katarak mata burung yang menurut para ahli tidak bisa disembuhkan. Menurut mereka, biaya pengobatan harus melalui operasi retina mata.
Operasi ini memakan biaya yang luar biasa (sangat mahal) dari katarak yang terjadi pada mata manusia. Dan efek dari operasi katarak mata burung ini belum dapat menjamin kesembuhan, fatalnya dapat menyebabkan burung MATI.
Tanpa mengecilkan penelitian, dan ilmu para ilmuwan yang juga berupaya melakukan penyembuhan tetapi hasilnya belum diperoleh, berfondasi pada sebuah kalimat yang menyejukkan bahwa “tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya”, penulis berupaya dalam beberapa bulan terakhir ini menuntaskan penyakit yang menjadi momok mengerikan di kalangan para penghobi burung.
Hanya dengan berbekal kenyakinan dan harapan menyembuhkan, segala upaya dicoba. Akhirnya penulis bertumpu pada salah satu obat. Nama obat tersebut belum memungkinkan untuk disebutkan (masih rahasia perusahaan).
Harga obat tersebut masih dapat dijangkau dengan menabung, atau menyetop kebiasaan merokok dalam limabelas hari. Obat ini tanpa bahan kimia dan menurut penulis aman digunakan tanpa mempengaruhi metabolisme tubuh burung. Malahan dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh burung yang disalurkan melalui kotorannya.
Ketika dicoba, ternyata hasilnya sangat memuaskan. Percobaan pertama dilakukan pada punglor (anis) kembang. Satu matanya “nitik” parah. Bola matanya yang hitam nampak putih, seputih kertas HVS baru.
Bulatannya hampir menutupi sebagian mata kanan. Sedangkan mata sebelah kirinya berkabut, namun kabut itu hampir membentuk lingkaran putih di tengah matanya. Dan ini diakui oleh rekan-rekan penulis yang mengetahui punglor kembang milik penulis matanya terkena katarak.
Tepatnya setelah dua bulan berlalu sejak mulai pengobatan, mata kanan anis kembang yang terkena katarak tersebut berangsur mengecil hingga berkabut tipis, dan bulatan hitam di tengah mata nampak. Sedangkan mata sebelah kirinya, kabut tipis tersebut hampir tidak nampak.
Sebelumnya, ketika masih belum dilakukan pengobatan, jengkrik yang disodorkan menggunakan tangan, tidak dapat dipatuk secara sempurna. Terkadang ke kiri atau ke kanan. Tetapi setelah hampir normal kembali, punglor kembang tersebut dapat dengan lurus meraih jengkrik.
Takjub! Itu yang terlintas di hati dan pikiran penulis.
Bukan takjub dengan upaya yang dilakukan serta temuan penulis, namun terhadap obat yang diberikan. Terhadap punglor kembang tersebut. Saking semangatnya, beberapa ekor punglor cacing dibeli, padahal percobaan pertama masih belum tuntas.
Dan obat yang seharusnya rutin diberikan kepada punglor kembang menjadi terbagi dengan punglor lainnya yang juga matanya terkena katarak. Memang ada perubahan di bola mata burung lainnya, tetapi upaya penulis terhenti karena harga obat tersebut cukup menguras dompet.
Bagi kalangan yang memiliki kelebihan duit mungkin tidak bermasalah, tetapi bagi penulis sedikit menyesakkan dada, karena harus berbagi dengan cost rumah tangga. Ini yang menjadi persoalan terbesar. Maksud hati ingin menyembuhkan total, tetapi terhenti oleh kebutuhan lainnya.
Dan sangat disayangkan, punglor pertama yang hampir beberapa persen lagi sembuh, diculik maling, tepatnya pertengahan bulan Maret lalu. Bukan cost yang sudah dikeluarkan, akan tetapi nasib burung tersebut. Belum tentu oleh orang lain diupayakan penyembuhannya. Rasa down menghinggapi. Ini yang membuat punglor lainnya dijual oleh penulis.
Namun semangat itu kembali setelah penulis mendapatkan punglor merah gacor, teler tetapi matanya terkena katarak. Belum parah, ada kabut tipis putih di ujung tengah mata kanan dan kiri.
Punulis pun melangkah dari awal lagi. Dari tulisan yang dibuat tanggal 3 Mei 2010, upaya penyembuhan diawali pada pertengahan April lalu. Sedikit demi sedikit memang ada perkembangan yang menggembirakan.
Namun tidak seperti sebelumnya, dosis yang diberikan ditakar sehati-hati mungkin. Sedikit-demi sedikit tetapi melangkah dengan pasti. Efek terhadap suara, kondisi tubuh maupun kondisi psikologis burung sangat diperhatikan.
Berdasarkan pengamatan yang tajam dan perhatian yang seksama, hingga tulisan ini dibuat, tidak ada reaksi yang mengkhawatirkan. Suara ocehan punglor cacing “pasien” lebih kencang terdengar, telernya lebih kerap.
Perjuangan untuk menyembuhkan makhluk kecil, mungil dan lucu ciptaan Allah tersebut masih dilakukan. Upaya dari manusia tentunya sangat dibutuhkan. Ketika memiliki niat untuk memelihara binatang, konsekuensinya adalah merawatnya sebaik mungkin dengan memberikan nutrisi yang baik yang dibutuhkan oleh metabolisme burung. Jangan ingin memelihara tetapi selalu berhitung dengan pengeluaran.
Lebih baik lepaskan saja ke hutan karena alam memberikan kebutuhan yang terbaik untuk habitatnya. Sangat berdosa membiarkan binatang yang sakit terlantar, menahan penderitaan tanpa diupayakan menyembuhkannya.

Upaya penyembuhan
Bukan meng-hak patenkan obat yang penulis gunakan, tetapi ada nilai jual yang diperkirakan dapat menambah segi finansial penulis. Seperti yang dikatakan di atas, ‘jangan ingin memelihara tetapi selalu berhitung dengan pengeluaran.’
Penulis memberi nama obat tersebut “Orange LongBird”, berbentuk kapsul minyak ikan, ukurannya agak besar. Obat tersebut dihasilkan dari salah satu ikan yang hidup di kedalaman ribuan meter dari permukaan laut.
Dan obat lainnya berbentuk cair berwarna hijau lumut, sebut saja “Green Longbird”. Obat ini bukan saja berdasarkan pengamatan dan percobaan penulis dapat menyembuhkan penyakit yang diderita burung juga dapat menetralisir racun yang ada di tubuh burung yang dibuang melalui kotoran.
Kuat keyakinan penulis dalam menggunakan obat ini untuk dikonsumsi burung kicau, karena dalam waktu berbulan-bulan, bukan hanya jenis punglor saja yang diberikan akan tetapi beberapa jenis burung lainnya.
Dan hingga kini masih diberikan. Bukan burung yang terkena katarak saja tetapi burung yang sehat juga diberikan oleh penulis. Dan sepanjang pemberian Green Longbird berdasarkan hasil pengamatan penulis, semua burung yang dimiliki penulis yang mengonsumsi obat cair ini, lebih sehat dan bergairah. Nafsu makannya pun luar biasa.
Dari bulu burung yang terlihat oleh penulis, nampak mengkilap dan bagus. Malahan penulis bukan saja memberikannya untuk minum burung, tetapi disemprotkan ke badannya untuk merangsang pertumbuhan bulu dan menyehatkan bulu burung tersebut.
Ada pengalaman yang berharga yang penulis dapat, yakni ketika menghadapi burung kacer yang ketika itu dalam masa mabung (ngurak), ternyata dengan konsumsi Green Longbird, ambrolnya sekaligus, dan pertumbuhan bulunya pun lebih cepat dari yang sewajarnya. Ketika bulu ekornya baru tumbuh lebih kurang satu ruas jari tangan, langsung ngoceh.
Pengalaman lainnya, terjadi ketika memiliki cuca daun anak. Saat burung tersebut dibeli, ekornya belum tumbuh dan bulu sayap sebelah kiri lebih pendek dari yang sebelah kanan. Rekan-rekan penulis sering bercanda dengan mengatakan, “Itu mah bukan cucak daun tetapi burung puyuh daun.” Hingga burung tersebut diberi nama, “Si Bola”, udah buntet tanpa ekor.
Namun lebih kurang jarak 10 harian, tidak tepat lagi burung itu dinamai Si Bola. Pasalnya baik itu bulu sayap, bulu ekor maupun bulu lainnya, tumbuh begitu sempurna dan mengkilat seperti burung yang hidup di hutan.
Usut punya usut, karena tidak mau masuk ke keramba, Si Bola sering mandi di tempat minum yang sudah dicampur dengan Green Longbird. Dan terhadap extra fooding, berupa jengkrik luar biasa.
Dalam sehari, Si Bola menghabiskan lebih kurang 40 ekor. Ini pengalaman yang luar biasa bagi penulis. Namun sayang, upaya yang dilakukan oleh penulis tidak diabadikan dalam bentuk foto, karena kamera yang dipunyai penulis jauh-jauh hari sebelumnya sudah dijual.
Kembali ke penyembuhan, dalam upaya pengobatan katarak burung, kapsul Orange LongBird berupa cairan minyak ini, satu kapsul diberikan 2 atau 3 kali sehari. Sedikit kroto dicampur dengan cairan tersebut.
Minumnya air Green LongBird. Satu setengah atau dua sloki dicampur dengan 1 liter air mineral ukuran 1 liter. Setiap dua hari sekali diganti. Untuk burung pasien, campurannya agak hijau.
Hingga sekarang, meskipun harga Green LongBird ini agak mahal, penulis masih memberikannya kepada burung-burung kesayangan, baik itu yang sakit juga yang sehat. Malahan penulis dan keluarga pun mengonsumsi obat ini.
Demikian sekilas pengalaman penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Apa yang dituangkan adalah hasil dari percobaan, pengamatan dan perhatian penulis sebagai bentuk tanggung jawab dalam memelihara dan merawat burung kicau.
Bagi penulis, ketika burung-burung ini ada di dalam rumah dan dipelihara, mereka merupakan bagian dari keluarga penulis, tidak jauh berbeda dengan merawat anak-anak penulis yang lucu dan cantik-cantik. Ketika ada orang lain yang ingin memeliharanya dengan cara membeli, selalu penulis ingatkan,”Mohon dipelihara dan dirawat seperti kami merawatnya.” (***) zulkiflilubis@ymail.com

Anis dengan Penghobi Anis

Tulisan ini hanya sekedar pengalaman ketika memelihara burung anis merah/anis cacing/anis bata. Patut diakui, memelihara anis tidak semudah memelihara jenis burung lainnya. Hal yang tersulit adalah membuat anis berkicau seperti burung lainnya.

Karena itu, rekan-rekan penghobi burung sering bercanda dengan mengatakan, “Kalau anis kita nyeriwik alhamdulillah, kalau berkicau bersyukurlah, kalau teler numpenglah, tetapi kalau masih bungkam innalillah, bersabarlah…,”.

Canda mereka bukanlah sekedar perkataan yang tidak berisi atau kosong. Perkataan itu timbul dari buah pengalaman masing-masing yang terasa saat memelihara burung anis. Jadi kalau memiliki anis yang gacor dan teler, adalah kenikmatan yang luar biasa mengingat masih banyak rekan-rekan penghobi anis yang hingga sekarang masih menunggu burungnya bunyi.

Penulis pun terkadang kesal. Namun bukan pohon mangga yang ditanam kalau tidak berbuah mangga. Semua ada waktunya, lain lagi kalau memiliki anis bisu dari sononya. Sekedar menyemangati, semua burung berkicau pasti berkicau namun ada prosesnya. Semua tergantung dari kondisi alamiah dari burung tersebut. Kalau anis bisa ngomong, tidak perlu repot-repot berspekulasi, tinggal menunggu janji.

Namun kenyataannya, tidak sedikit para pemula atau para penghobi terjangkit penyakit “jiwa”. Dari menit ke menit, jam ke jam, hari-ke hari, hingga bulan dan tahun berganti, burung anis masih tetap diam, sementara burung lainnya yang diurus dari anak saja sesudah memelihara anis, berkicau riang. Apa tidak menggemaskan dan menjengkelkan?

Jadi jangankan gacor, suara melantun kecil dari anis yang di simpan di kamar mandi, yang dapat didengar oleh suara kuping yang sehat, girangnya bukan main. “Haiya, anis saya bunyi. Ini mah tidak akan lama lagi.”

Itu pasti, bukan hanya orang serumah, teman-teman se-kampung maupun yang ada di Ujung Kulon pun diberitahu, saking kegirangan. Malahan orang-orang yang lalu lalang di depan rumah pun diberitahu.

Padahal, mulai membeli anis dari tahun 2000-an dan mengurus hingga 2010-an, baru kali ini mendengar anisnya nyiriwik. Waktu yang terlangkahi sekian tahun itu seakan tidak ada artinya. Kemarau seabad sirna oleh hujan sejam. Mungkin bahasa ini yang bisa digambarkan.

Namun permasalahan tidak hanya di situ, dari hari-ke hari anis masih nyeriwik. Dari ambrol hingga beres bulu anis masih nyeriwik. Harapan itu digantung. Pengen dijual takut di orang lain berkicau, dipelihara luar biasa menjengkelkan. Namun pada akhirnya, tujuh tahun kemudian suara anis itu baru bisa didengar dan dilihat telernya. Seperti menunggu sebelumnya, waktu yang sudah banyak terlewat seolah sirna.

Kemudian muncul gambaran rupiah saat seseorang ingin membeli anis yang sudah gacor itu. Penawaran muncul di angka dua juta rupiah kemudian transaksi beres diharga dua setengah juta.

Sebatang rokok dihirup sedalam mungkin usai meneguk segelas kopi, senyum simpul tersembul membayangkan keberhasilan menggacorkan sang anis lalu membayangkan dompet yang terisi dua setengah juta dengan lembaran limapuluh ribuan.

Namun dirinya alpa menghitung pengeluaran yang sudah dihabiskan untuk mengurus anis. Dari mulai pakan hingga extra fooding termasuk ketika pertama kali membeli burung tersebut pada tujuhbelas tahun yang lalu. Jika dihitung habislah duapuluhtiga juta.

Ini hanya sekedar gambaran dari filosofi kehidupan. Bukan hanya burung anis saja yang dianggap sebagai burung misteri, akan tetapi pemeliharanya pun lebih misterius lagi. Anda saja yang menerjemahkan. (***)